Tantangan modern terhadap semangat haji

Tantangan modern terhadap semangat haji

ADA suatu masa ketika orang-orang menghabiskan waktu berbulan-bulan mempersiapkan diri mereka secara finansial dan spiritual untuk menjalani makna haji yang sebenarnya. Namun saat ini haji ditawarkan sebagai paket liburan.

Banyak agen haji di seluruh dunia menawarkan paket bernilai dengan program super, program mewah, dan program eksekutif pendek. Program-program ini menawarkan akomodasi terbaik dan terdekat di Mekah dan Madinah, makanan terbaik yang tersedia dan posisi terbaik di Rumah Allah.

Tergantung pada berapa banyak Anda membayar, Anda bisa mendapatkan tempat terbaik di Mekah dan Madinah. Jika Anda kebetulan adalah tamu keluarga kerajaan, maka mungkin tidak ada yang bisa menandingi penempatan Anda di kedua masjid tersebut.

Ketika Nabi SAW menunaikan ibadah haji satu-satunya, rezeki yang dibawanya hanya bernilai tidak lebih dari empat dirham, sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis.

Haji dimaksudkan untuk mengajarkan ketahanan dan ketekunan para peziarah untuk alasan yang lebih tinggi, namun telah diubah menjadi latihan yang nyaman. Haji dimaksudkan untuk mengungkapkan kerendahan hati yang setinggi-tingginya di hadapan umat manusia lainnya dengan menyatakan bahwa “Inilah aku, inilah aku, aku tidak akan mempersekutukan Allah dengan siapa pun. Dialah yang menjadi sumber segala nikmat dan pujian.” Namun bagi banyak orang saat ini, haji telah menjadi sebuah lencana, sebuah simbol kebanggaan spiritual.

Haji adalah lembaga yang bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa perbedaan etnis, budaya, bahasa, geografis, berdasarkan kekayaan, ras dan warna kulit yang dipaksakan oleh masyarakat pada diri mereka sendiri tidak akan ada realitasnya di hadapan Tuhan. Semuanya adalah satu dan tujuan semuanya adalah mengikuti bimbingan ilahi untuk menciptakan kemanusiaan universal demi kesejahteraan semua. Haji yang dimaksud adalah ikrar untuk menghayati teladan haji melebihi haji. Ini adalah kesempatan untuk menciptakan kepribadian tanpa dimensi dan ruang.

Namun, melalui rekayasa sosial dan manipulasi sumber daya, haji dengan cepat mengadaptasi elemen-elemen sosial yang membedakan orang kaya dan orang miskin, sebuah institusi yang harus dibongkar. Perpecahan di antara jamaah berdasarkan etnis dan uang terlihat jelas sepanjang perjalanan haji.

Jika jamaah haji yang datang dari wilayah termiskin bisa mendapatkan akomodasi bermil-mil jauhnya dari Masjidil Haram, maka jamaah haji yang kaya bisa mendapatkan akomodasi di sekitar Ka’bah.

Al-Qur’an menggambarkan Ka’bah sebagai pusat petunjuk bagi umat manusia: Sesungguhnya Rumah (ibadah) pertama yang didirikan untuk umat manusia adalah di Mekah yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi dunia. (Al-Imran 3:96)

Tempat ini tidak hanya menjadi tempat berkumpulnya semua orang, namun juga menjadi pusat promosi perdamaian. (Al-Baqarah 2:145). Itu adalah tempat yang dimaksudkan untuk membantu umat manusia menyadari universalitasnya daripada perpecahan (Al-Ma’idah 5:97)

Demi tujuan besar membantu umat manusia mewujudkan mimpinya menghilangkan segala perbedaan dan perpecahan di antara mereka sendiri, lembaga haji memberikan contoh yang jelas untuk membuat kita memahami dan mengamati bahwa kesatuan umat manusia adalah mungkin. Untuk itu, Al-Qur’an meminta Nabi Ibrahim mengajak manusia menunaikan ibadah haji, agar mereka bisa menyaksikan keindahan dan kemegahan hidayah Allah.

Haji ibarat persatuan bangsa dalam arti sebenarnya tanpa lima kekuatan elite. Tanpa agenda tersembunyi dan hak istimewa dewan keamanan, setiap bangsa dan komunitas datang ke Makkah dengan tujuan mengabdi kepada Tuhan dan memperbarui perjanjian mereka dengan-Nya.

Haji memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk menyaksikan ikatan bersama antar manusia, apapun perbedaannya. Haji mengedepankan gagasan martabat manusia, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya dan miskin.

Haji juga menciptakan ruang pemikiran intelektual di kalangan umat agar tetap fokus pada agenda utama mengabdi pada umat manusia dengan mengikuti petunjuk Tuhan.

Semangat haji inilah yang lazim pada zaman Nabi dan para sahabatnya yang terpercaya. Semangat haji inilah yang kini ditantang oleh masyarakat modern yang didominasi bisnis dan hierarki budaya kaya dan miskin.

Namun, di tengah hiruk pikuk ini, masih ada orang yang datang menunaikan ibadah haji untuk mengambil inspirasi dalam mentransformasi diri demi masa depan yang lebih baik, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Merekalah yang tidak peduli dengan hotel besar atau fasilitas yang lebih baik. Merekalah yang menghabiskan siang dan malamnya di Mina, Arafah, Muzdalfah, Makkah dan Madinah.

Di sini mereka mengingat perjanjian yang Allah buat dengan Nabi Ibrahim, pembangun Ka’bah. Nabi Ibrahim diberi tahu oleh Tuhan Yang Maha Kuasa: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin bagi umat. (Al-Baqarah 2:124).

Didorong oleh kehormatan ini, Nabi bertanya: “Bagaimana dengan keturunanku?” (Allah) berfirman: “Perjanjian-Ku tidak mencakup orang-orang yang melanggar.” (Al-Baqarah 2:124)

Oleh karena itu, dengan kata-kata sederhana ini, maksud dan tujuan sebenarnya dari ibadah haji dan semua lembaga berbasis agama lainnya telah dijelaskan. Martabat dan kehormatan tidak datang dengan pembelian paket ini atau itu. Itu datang melalui dedikasi dan komitmen terhadap nilai-nilai ilahi dan menghayatinya.

Suatu hari nanti ibadah haji akan dikembalikan ke tujuan semula oleh wajah-wajah yang tidak dikenal dan tidak dikenal yang datang dengan tenang tanpa ada keriuhan dari seluruh dunia dan yang menghabiskan setiap momen kehadiran mereka di tempat-tempat suci yang mulia dan jalan ziarah dengan tekad untuk mengikutinya. . pemimpin sejati: Nabi Ibrahim, Ismail dan Muhammad (damai dan berkah besertanya) dalam setiap aspek lembaga besar ini.

Perbuatan-perbuatan yang dilakukan selama haji merupakan pemeragaan perbuatan-perbuatan yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Ismail serta Ibu Hagar. Hal-hal tersebut terutama dimaksudkan untuk mengingatkan umat manusia bahwa dengan menyatukan manusia, bimbingan Tuhan diterima, diakui, diterima dan diikuti oleh sekelompok kecil orang yang mungkin tidak hadir secara fisik untuk melihat hasil dari upaya mereka. Nabi Ibrahim menciptakan inti itu untuk perubahan abadi dalam perilaku manusia dan untuk itu dia dihormati oleh Tuhan yang menyatakan dia sebagai Imam (panutan) bagi umat manusia.

Sumber: IslamiCity

akun demo slot